Aturan Baru PHK Pekerja dalam Omnibus Law Ciptaker


Perempuan menjadi kelompok paling rentan jika omnibus law diterapkan di Indonesia. Foto: AFP

Jakarta, hetanews.com - Pemerintah mengubah sejumlah ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perubahan tersebut tertuang dalam Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna kemarin, Senin (5/10).

Melalui UU Ciptaker, perusahaan tak perlu mengajukan permohonan penetapan pemutusan PHK secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Sebab, Pasal 81 poin 39 UU Ciptaker menghapuskan Pasal 152 UU Ketenagakerjaan.

Untuk diketahui, Pasal 152 UU Ketenagakerjaan menyatakan permohonan penetapan PHK diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.

Selanjutnya, penetapan atas permohonan PHK hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

Pemerintah juga menghapuskan kewenangan PHK di tangan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila keputusan PHK alot antara pengusaha dan pekerja.

Ketentuan ini sebelumnya tercantum dalam Pasal 151 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Namun, pada Omnibus Law Ciptaker ,bunyi pasal itu diubah melalui Pasal 81 poin 37, sehingga dalam hal perundingan bipartit (pengusaha dan pekerja) tidak mendapatkan kesepakatan maka pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Tak hanya itu, UU Ciptaker juga membatasi akses buruh kepada lembaga perselisihan hubungan industrial. Ini tercantum melalui penghapusan Pasal 171 UU Ketenagakerjaan melalui Pasal 81 poin 60 UU Ciptaker.

Sebelumnya, Pasal 171 menyatakan jika pekerja/buruh yang mengalami PHK tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 tahun sejak tanggal dilakukan PHK.

Selain itu, pemerintah melonggarkan alasan PHK melalui tambahan alasan PHK lainnya, dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ini tertuang dalam tambahan Pasal 154A dalam UU Ciptaker.

Selain itu, pemerintah menghapus kesempatan bagi pekerja untuk mengajukan PHK karena alasan tertentu seperti tertuang dalam Pasal 169 UU Ketenagakerjaan melalui Pasal 81 poin 58 UU Ciptaker.

Bunyi Pasal 169 yang dihapus yakni, pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, apabila perusahaan menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh.

Lalu, perusahaan tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih dan tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh.

Ayat selanjutnya menjelaskan PHK dengan alasan tersebut maka pekerja berhak mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

Terkait pesangon, UU Ciptaker juga meniadakan setidaknya 5 pasal mengenai pemberian pesangon. Imbasnya, pekerja terancam tidak menerima pesangon ketika mengundurkan diri, mengalami PHK dengan alasan tertentu, dan meninggal dunia.

Pertama, pasal 81 poin 51 UU Ciptaker menghapus ketentuan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan yang berisi aturan penggantian uang pesangon bagi pekerja yang mengundurkan diri.

Kedua, pasal 81 poin 52 UU Ciptaker menghapus pasal 163 di UU Ketenagakerjaan terkait dengan pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK akibat perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan.

Ketiga, pasal 81 poin 53 UU Ciptaker menghapus pasal 164 UU Ketenagakerjaan yang mengatur pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK akibat perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa (force majeur).

Keempat, pasal 81 poin 54 UU Ciptaker menghapus pasal 165 pada UU Ketenagakerjaan terkait pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK karena perusahaan pailit.

Kelima, pasal 81 poin 55 UU Ciptaker menghapus pasal 166 UU Ketenagakerjaan tentang pemberian pesangon kepada ahli waris apabila pekerja atau buruh meninggal dunia.

Sumber: cnnindonesia.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Aturan Baru PHK Pekerja dalam Omnibus Law Ciptaker"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel